Sratifikasi sosial
A. Pengertian Stratifikasi (pelapisan) Sosial
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarkat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis (bertingkat). Ada beberapa pendapat tentang stratifikasi sosial : Menurut Max Weber, stratifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan privelese dan prestise. Sedangkan James C. Scot, mengatakan bahwa sistem pelapisan sosial akan melahirkan mitos atau rasionalnya sendiri untuk menerangkan apa sebabnya orang tertentu harus di anggap lebih tinggi kedudukannya dari orang lain.
B. Proses Terjadinya Stratfikasi (lapisan) Sosial
Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Pembentuk sistem lapisan tersebut ialah kepandaian, tingkat umur (yang senior), dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal itu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan.
C. Sifat-Sifat Pelapisan Sosial
Dilihat dari sifatnya pelapisan dibagi menjadi 3 yaitu :
Pelapisan sosial tertutup yaitu pelapisan sosial yang membatasi kemungkinan seseorang untuk berpindah lapisan baik dari lapisan rendah ke lapisan yang tinggi maupun sebaliknya. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sistem sosial tertutup jelas terlihat pada masyarakat india yang berkasta atau di dalam masyarakat yang feodal, serta dalam masyarakat yang lapisannya tergantung pada perbedaan-perbedaan rasial. Dalam masyarakat India, keanggotaanya berlaku seumur hidup, perkawinannya bersifat endogami, prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan, kasta terikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditentukan, dll.
Pelapisan sosial terbuka yaitu pelapisan sosial dimana setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk naik ke lapisan sosial yang lebih tinggi karena kemampuan dan kecakapannya sendiri atau turun (jatuh) ke lapisan yang lebih rendah bagi mereka yang tidak cakap dan tidak beruntung. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup. Contoh pelapisan sosial terbuka banyak ditemukan pada masyarakat di negara industri maju dan pada masyarakat demokrasi pada umumnya, termasuk di Indonesia.
Pelapisan sosial campuran yaitu pelapisan sosial di mana masyarakat menggunakan lapisan sosial secara terbuka pada suatu bidang dan pada bidang yang lain menggunakan pelapisan sosial secara tertutup. Sistem lapisan sosial campuran dijumpai pada masyarakat Bali. Meskipun secara budaya masyarakatnya terbagi dalam empat kasta yakni Brahmana, Satria, Waisya, dan Sudra, akan tetapi dalam bidang ekonomi mereka menggunakan pelapisan sosial yang bersifat terbuka karena setiap orang tanpa memandang kelas atau kastanya dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi berdasarkan kemampuan dan kecakapannya masing-masing. Jadi dapat saja seorang dari kalangan Sudra menjadi pengusaha sukses dan terpandang dalam masyarakat. Kehidupan sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Dan bagi seorang gadis suatu kasta tertentu, umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta yang lebih rendah. Jika itu terjadi maka gadis tersebut akan dikucilkan bahkan tidak dianggap dalam masyarakat dan dibuang.
Dasar lapisan masyarakat
Biasanya pada lapisan atas tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan, ukuran keku asaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran-ukuran tersebut tidaklah bersifat limitatif karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat.
· Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Berdasarkan cara memperolehnya kedudukan dibedakan menjadi : a.) Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat yang diperoleh karena kelahiran. Contoh : Seperti yang ada di kesultanan Ngayogyakarto, kita tahu gelar dan kedudukan sebagai seorang raja/sultan sekaligus diperoleh dari kelahiran secara turun temurun dimana Sri Sultan Juga menjabat sebagai Gubernur DIY. Kedudukan sebagai penguasa didapat atas penetapan bukan dari pemilihan langsung oleh rakyat Yogyakarta itu sendiri, hal ini yang waktu itu menjadi topik terhangat bahkan hingga kini masih di bicarakan. MONARKI DALAM DEMOKRASI masih dalam perdebatan dikalangan elit birokrasi negeri ini, ada sebagian yang menginginkan itu tetap ada tapi juga banyak yang menginginkan adanya demokrasi, dengan diadakannya pemilihan langsung wakil rakyat (gubernur) oleh rakyat. Rakyat Yogyakarta sendiri menginginkan Sri Sultan Hamengkubuwono X tetap menjadi Gubernur karena menurut mereka walaupun pemilihan Gubernur dilakukan secara langsung, jika Sri Sultan mencalonkan diri tetap saja mereka akan memilih beliau. Menurut saya, itu hanya akan membuang-buang biaya saja apabila demokrasi diterapkan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan hal yang sia-sia. Seharusnya pemerintah tidak perlu mengangkat topik ini serta mengotak-atik tatanan yang sudah ada daerah ini, yang membuat rakyat Yogayakarta marah dan melakukan protes, menuduh pemerintah sudah tidak lagi ingat akan sejarah kota Yogyakarta. Dengan adanya kasus ini, pemerintah dituntut bijaksana dalam menyelesaikan masalah, agar keberagaman sebagai bangsa yang multikultural tetap terjaga dan tidak mengalami perpecahan. b.) Achieved Status merupakan kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja dan hasil kerja kerasnya sendiri. Misalnya seseorang dari keluarga yang kurang mampu menjadi Kepala Sekolah, disini ia telah melakukan mobilitas sosial secara vertikal sekaligus telah mendapatkan kedudukan melalui usahanya sendiri karena kedudukannya tersebut tidak didapat secara langsung dari ia lahir. Begitu juga dengan profesi lainnya. c.) Assigned Status ialah kedudukan yang didapat atas pemberian orang lain yang dianggap telah berjasa dan telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi, kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang pegawai negeri. Contoh yang paling tepat untuk menggambarkan ialah gelar pahlawan yang dberikan oleh pemerintah kepada pejuang yang secara tidak langsung mengangkat kedudukannya di mata masyarakat.
· Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Setiap orang mempunyai peranan lebih dari satu yang saling berhubungan. Misalnya seorang anak juga seorang mahasiswa, ketua BEM REMA, dan masih banyak perangkat peran lainnya yang ia sandang.
Jadi dapat dilihat bahwa setiap individu menduduki status/kedudukan tertentu dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Ketika seorang individu menduduki suatu kedudukan serta menjalankan sebuah peranan terkadang dihadapkan pada pertentangan yang berkaitan dengan status dan peranannya, konflik status dan konflik peranan akan timbul apabila seseorang harus memilih salah satu diantara keduanya.
MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas sosial adalah perpindahan status seseorang atau sekelompok orang dari posisi yang satu ke posisi yang lain. Dilihat dari pergerakannya, terdapat dua bentuk mobilitas sosial yaitu mobilias vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas vertikal adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok orang pada lapisan sosial yang berbeda. Dalam mobilitas vertikal terjadi perpindahan status yang tidak sederajat, yaitu bergerak naik maupun turun dari strata satu ke strata yang lain. Sedangkan mobilitas horizontal adalah perpindahan status seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan yang sama. Mobilitas horizontal sosial sangat diperlukan untuk penyegaran, peningkatan daya hasil dan daya guna sehingga peranannya dapat lebih efektif dan efisien. Mobilitas sosial horizontal bisa terjadi secara sukarela, tetapi bisa pula terjadi karena terpaksa. Mobilitas sosial horizontal memiliki dua bentuk, yaitu mobilitas antarwilayah dan mobilitas antargenerasi. Sedangkan faktor pendorong mobilitas sosial adalah faktor struktural, faktor individu, status sosial, keadaan ekonomi, situasi politik, dan faktor penghambat mobilitas sosial adalah kemiskinan, diskriminasi kelas, perbedaan ras dan agama, perbedaan jenis kelamin (gender), pengaruh sosialisasi yang sangat kuat serta perbedaan kepentingan. Untuk saluran mobilitas itu sendiri ada angkatan bersenjata, pendidikan, organisasi politik, lembaga keagamaan, organisasi ekonomi, organisasi profesi, perkawinan dan organisasi keolahragaan.
KESIMPULAN
ü Masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial terbuka memberi kesempatan pada para anggotanya untuk melakukan mobilitas sosial vertikal. Mobilitas sosial yang terjadi dapat berupa social climbing ataupun social sinking. Hal ini terjadi karena dalam masyarakat yang berstratifikasi sosial terbuka komunikasi antaranggota masyarakat dari berbagai strata bersifat lebih terbuka serta proses komunikasi dan perubahan berjalan lebih lancar, misalnya pada masyarkat modern dan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi seorang kepala negara asalkan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Sedangakan mobilitas pada masyarakat yang menganut sistem stratifikasi sosial tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial vertikal sangat kecil. Contohnya, masyarakat suku Badui Dalam, mereka lebih menjaga nilai-nilai tradisional dan menolak adanya perubahan. Contoh lain adalah masyarakat yang menganut sisitem kasta. Mudah tidaknya seseorang melakukan mobilitas vertiakal salah satunya ditentukan oleh kekakuan dan keluwesan struktur sosial dimana orang itu hidup.
Panjang juga
BalasHapusmurangklalih go
BalasHapus