A. 1. Pengertian Hak
Pengertian Hak Ketika lahir, manusia secara hakiki telah mempunyai hak dan kewajiban. Tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam masyarakat. K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam pemikiran Romawi Kuno, kata hak yang berarti hak hanya menunjukkan hukum dalam arti objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan undang-undang, aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum. Pada akhir Abad Pertengahan hak dalam arti subjektif, bukan benda yang dimiliki seseorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu(right, bukan law). Akhirnya hak pada saat itu merupakan hak yang subjektif merupakan pantulan dari hukum dalam arti objektif. Hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang sangat. Kewajiban dibagi atas dua macam, yaitu kewajiban sempurna yang selalu berkaitan dengan hak orang lain dan kewajiban tidak sempurna yang tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna mempunyai dasar keadilan, sedangkan kewajiban tidak sempurna berdasarkan moral.
Jadi hak adalah tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
2. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negar, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa hak asasi manusia itu ada beberapa jenis yang melekat pada diri manusia sejak dalam kandungan sampai liang lahat. Ia merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa, memberi manusia kemampuan membedakan yang baik dengan yang buruk (akal budi). Akal budi itu membimbing manusia menjalankan kehidupannya. Hak-hak yang melekat pada yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta adalah hak-hak yang bersifat kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semaunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu, pada hakikatnya HAM terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lannya.
Hak asasi manusia di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Yang terdapat dalam batang tubuh antara lain Pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1), 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 34. Namun secara khusus, Hak Asasi Manusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Oleh karena itu perbuatan-perbuatan seseorang atau kelompok, termasuk aparat negara baik disengaja mupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan/atau mencabut hak asasi manusia baik hak perorangan maupun hak kolektif yang dijamin oleh undang-undang, akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pelanggaran hak asasi manusia yang demikian, disebut pelanggaran hak asasi manusia yang ringan. Lain halnya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan, penyiksaan, penghilanagan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah KOMNAS HAM atau suatu lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan atau mediasi hak asasi manusia yang bertujuan untuk, antara lain: (mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, (2) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
B. 1. Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia yang telah diuraikan diatas, baik hak asasi perorangan maupun hak asasi kolektif masing-masing mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Berikut ini ruang lingkup hak asasi perorangan:
• Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya.
• Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
• Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman katakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
• Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.
• Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang.
• Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
• Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang.
• Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia tersebut, dapat diketahui dan dipahami bahwa di negara republik Indonesia yang berdasar atas hukum, amat dihormati dan dijunjung tinggi hak asasi manusia sehingga dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 diungkapkan: (1) meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, dan (2) menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.
Selain pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia yang diuraikan diatas, perlu dikemukakan kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar itu adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Dalam Declaration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak tercantum adanya kewajiban Dasar Manusia. Akan tetapi, kewajiban dasar tersebut lahir dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yakni pada Bab IV Pasal 67 sampai Pasal 70.
2. Empat Kelompok Hak Asasi Manusia
Inti paham hak asasi manusia terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali tiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya, martabat manusia akan tetap, jika tak satupun manusia yang dijadikan sarana bagi kepentingan manusia lain. Penindasan atas martabat manusia yang dilakukan, misalnya, oleh pemerintah otoriter tidak menunjukkan bahwa martabat manusia itu bukan sesuatu yang tidak bernilai. Yang tidak bernilai adalah tindakan penindasan terhadap martabat manusia itu.
Selanjutnya kita akan melihat empat hak kelompok asasi manusia, seperti yang dikemukakan oleh Magnis-Suseno dalam buku-bukunya, Etika Politik (1978). Ia mengelompokkan hak-hak asasi manusia berdasarkan sifat dan aearhnya masing-masing, empat kelompok hak itu antara lain;
A. Hak-hak asasi negatif atau liberal
Kelompok hak asasi ini diperjuangkan oleh liberalisme, yang berusaha melindungi kehidupan pribadi manusia terhadap campur tanagan negara dan kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Hak-hak asasi ini ditetapkan bardasarkan kebebasan dan hak inividu untuk mengurus diri sendiri dan oleh karena itu juga disebut hak-hak kebebasan. Termasuk disini adalah hak atas hidup, keutuhan jasmani, kebebasan bergerak, kebebasan untuk memilih jodoh, perlindungan terhadap hak milik, hak untuk mengurus kerumahtanggaan sendiri, untuk memilih pekerjaan, dan tempat tinggal, hak atas kebebasan beragama, kebebasan untuk mengikuti suara hati sejauh tidak mengurangi kebebasan serupa pada orang lain, kebebasan berpikir, kebebasan untuk berkumpul dan berserikat, hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang dll.
Hak-hak ini disebut negatif dalam arti logis. yang dimaksud adalah perumusan dengan memakai kata "tidak". Misalnya, kebebasan seseorang untuk menyatakan pendapat tidak boleh dihambat. Dasar etis hak-hak asasi ini adalah tuntutan agar otonomi setiap manusia atas dirinya sendiri dihormati. Tidak boleh lembaga atau pihak manapun yang begitu saja menentukan bagaimana orang lain harus mengurus diri-sendiri. Bagaimanapun otonomi manusia atas dirinya merupakan dasar dari segala usaha lain. Karena itu hak-hak asasi negatif atau loiberal ini tetap merupakan inti hak-hak asasi manusia.
B. Hak-hak asasi aktif atau demokratis
Hak-hak asasi demokratis diperjuangkan oleh kaum liberal dan republikan. Dasar hak-hak asasi ini adalah keyakinan akan kedaulatan rakyat, yang menuntut agar rakyat memerintahi diri-sendiri dan setiap pemerintah berada dibawah kekuasaan rakyat. Hak-hak ini disebut aktif bkarena merupakan hak atas suatu aktiitas manusia, yaitu hak untuk ikut menentukan arah perkembangan masyarakat. disini berlaku prinsip bahwa tidak ada pemerintahan yang sah kecuali yang dikehendaki oleh rakyat.
Termasuk dalam hak-hak asasi demokratis adalah hak semua warga negara untuk memilih wakil-wakil mereka kedalam badan yang berwenanguntuk membuast undang-undang. Pemilihan itu harus umum, rahasia, dan bebas. rakyat berhak mengontrol pemerintah. Termasuk juga hak untuk menyatakan pendapat, hak atas kebebasan pers, atau hak untuk membentuk perkumpulan politik.
C. Hak-hak asasi positif
Hak ini menuntut prestasi-prestasi tertentu dari negara. yangg dituntut adalah pelayanan-pelayanan yang wajib diberikan oleh negara kepada masyarakat. Yang utama adalah hak atas perlindungan hukum. Tercakup disini adalah hak agar suatu pelanggaran terhadap hak-hak asasi yang dimiliki tidak dibiarkan, termasuk hak-hak yang menjamin keadilan perkara pengadilan.
Dasar hak asasi ini adalah anggapan bahwa negara bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan merupakan lembaga yang diciptakan dan dipelihara oleh masyarakat untuk memberikan pelayanan-pelayanan tertentu. Masyarakat sengan sendirinya berhak atas pelayanan-pelayanan itu dan negara wajib untuk memberikannya.
D. Hak-hak asasi sosial
Hak asasi ini merupakan perluasan paham tentang kewajiban negara. Termasuk dalam tanggung jawab negara adalah menjamin dan menciptakan kesamaan minimal antar semua waga masyarakat. Hak-hak asasi ini diperjuangkan oleh kaum buruh dalam rangka menentang kaum borjuis untuk memperoleh hasil kerja mereka yang wajar. Negara tidak boleh membiarkan siapapun termasuk kaum buruh untuk hidup dibawah tingkat minimal yang masih dianggap waja.
Termasuk dalam kelompok hak-hak asasi sosial adalah hak atas jaminan sosial, hak atas pekerjaan, hak atas pemilihan tempat dan jenis pekerjaan, atas syarat-syarat kerja yang memadai, atas upah yang wajar, atas perlindungan terhadap pengangguran, hak untuk membentuk serikat kerja dengan bebas, hak atas pendidikan, dan hak atas kemungkinan untuk ikut serta dalam kehidupan kultural masyarakat.
3. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pembicaraan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan pelanggarannya sudah kurang lebih dari setengah abad yang lampau terjadi dan masih menjadi topik yang aktual beberapa abad yang akan datang, terutama di negara yang berdasar atas hukum di negara Republik Indonesia. Pelanggaran hak asasi kolektif dapat dibagi kedalam empat kategori, yaitu;
• Mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan pemberdayaan manusia yang sejalan dengan eksistensi hak-hak Pencipta manusia,
• Mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan pemberdayaan manusia, tetapi tidak memperdulikan hak-hak Pencipta manusia,
• Mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan pemberdayaan manusia tetapi keliru pemahamannya,
• Mereka yang mencoba memahami HAM, tetapi masa bodoh terhadap HAM termasuk mereka yang ikut-ikutan (mencari popularitas) dalam HAM.
Namun, bagi bangsa Indonesia sampai saat ini, perjuangan untuk memajukan dan melindungi HAM masih dalam proses panjang. Dalam tahap awal, perjuangan tersebut masih merupakan akomodasi politik. Pemahaman terhadap HAM pada tahap berikut adalah meletakkan landasan peraturan perundang-undangan untuk memerkuat perjuangan tersebut, antara lain diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan Keppres RI Nomor 30 Tahun 1993 tentang KOMNAS HAM.
Pemahaman HAM pada tingkat elite politik, lingkungan Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat masih pada tahap awal dan terkadang pada tahap inipun masih saja ada ketidakjujuran demi kepentingan polotik kelompok tertentu. Bahkan ada orang yang mengaku sudah memahami, akan tetapi terbukti baru mulai membaca satu sampai empat buku mengenai HAM. Selain itu, ada yang mengaku sudah melaksanakan HAM, akan tetapi terbukti tidak mengindahkan hak asasi seorang pembantu rumah tangga atau penjaga kantor (satpam). Budaya feodalisme dalam pemahaman negatif sebagian masyarakat Indonesia merupakan ganjalan untuk mencerna dan memahami HAM secara utuh dan benar, terutama di kalangan pejabat birokrasi. Kita sudah mempunyai anggota dewan yang reformis, baik di tingkat pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD); sudah tentu dengan sejumlah harapan dapat proaktif dalam pemajuan dan perlindungan HAM.
Saat ini di Indonesia terkadang sulit bagi setiap orang bertanya pada orang yang tepat, atau memang orang yang dianggap tepat untuk berbicara, sudah memudar kejujurannya untuk mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu adalah salah. Memang benar bahwa lidah itu tak bertulang dan paling paling berbahaya adalah lidah penegak hukum dan aparatur hukum yang pandai bersilat lidah yang kemudian melakukan praktik dagang hukum sehingga dapat menyesatkan jutaan rakyat di negara ini yang memang belum dapat diberdayakan secara optimal sampai hari ini.
Di pihak lain, adanya pembedaan pelanggaran HAM yang vertikal dan horizontal yang terkesan diskriminatif dalam menentukan siapa yang menjadi pelakunya. Sebab, bila kriteria itu yang digunakan maka kasus-kasus pembunuhan antar etnis dan pemeluk agama, contohnya di Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah, di Sambas, di Ambon, dan daerah lainnya, bukan termasuk pelanggaran HAM. Padahal kasus-kasus tersebut merupakan akumulasi dari kebencian terhadap etnis tertentu (diskriminatif) dengan tujuan membasmi etnis tertentu oleh etnis lain. di sinilah diperlukan kejujuran dan ketidakberpihakan dalam hel perlindungan HAM oleh semua pihak, bukan hanya semata-mata ditujukan kepada hakim melainkan juga kepada diri kita semua atau mereka, para pejuang HAM, yang membantu perjuangan atau para penontonnya. Oleh karena itu, mungkin penjelasan mengenai pelanggaran HAM melalui peraturan perundang-undangan dapat dianggap tidak cukup bila tidak dibantu oleh pemahaman ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya di Indonesia. Selain itu, kadang kita tidak bertanya kepada ahlinya yang berkompeten sehingga menimbulkan salah persepsi pemahaman HAM yang menimbulkan salah persepsi yang seakan-akan HAM itu adalah milik rakyat dan bukan milik birokrat atau TNI/Polisi. Bila hal itu yang dijelaskan kepada masyarakat, sudah tentu terjadi penyimpangan terhadap muatan pasal-pasal Declaration of Human Rights yang telah diungkapkan diatas, yang menegaskan bahwa HAM sudah melekat sejak manusia dilahirkan. Oleh karena itu penyusun KUHP di Belanda (1881) mengatur sanksi pidana terhadap mereka yang dengan sengaja menggugurkan kandungan tanpa alasan medis yang sah. Sebab, bayi sejak dalam kandungan pada usia lebih dari 120 hari dianggap sudah bernyawa. Disini menunjukkan bahwa pelanggaran HAM bukan hanya sesudah manusia dilahirkan di dunia, melainkan sejak umur tertentu dalam kandungan. Namun perlu dipahami bahwa perbedaan antara pelanggaran HAM dengan perbuatan pidana adalah tenggang waktu atau kedaluarsaan. Dalam pelanggaran HAM tidak dikenal lewat waktu, sementara perbuatan pidana mengenal lewat waktu.
Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan hak asasi manusia yang berlaku, melainkan degradasi terhadap kemanusiaan yang merendahkan martabat dan derajat manusia menjadi serendah binatang. Oleh karena itu, pelanggaran HAM tidak selalu identik dengan pelanggaran hukum pidana dan terlebih lagi pada setiap pelanggaran HAM terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dengan cara tertentu yang lebih banyak bersifat kolektif, baik berdasarkan agama, ras, atau etnis tertentu. Keempat unsur pokok dari pelanggaran HAM dimaksud, harus dapat dibuktikan di dalam sidang pengadilan. Sedangkan unsur kelima (objek tertentu) tidak harus selalu bersifat kolektif karena pelanggaran HAM dapat pula dilaksanakan secara perorangan.
4. Solusi
Bila melihat berbagai kekhususan dan spesifikasi pelanggaran HAM, sudah seharusnya kasus-kasus pelanggaran HAM itu diperiksa dan diadili oleh suatu pengadilan HAM yang dilaksanakan oleh hakim yang benar-benar mengetahui dan memahami persoalan HAM, di samping para Jaksa Penuntut umum, dan Penasihat hukum sehingga proses peradilan dapat dijalankan secara objektif dan benar yang mencerminkan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum.
C. Pengertian Hak Kolektif
Hak kolektif adalah sebuah hak yang berasal dari hak individu, sehingga kepentingan kolektif juga termasuk dalam hak asasi manusia. Dalam konsep ini, hak-hak kelompok dianggap secara otomatis terlindungi apabila hak-hak individu telah terlindungi. Menurut teori klasik, hanya hak-hak yang dimiliki oleh manusia individu saja yang dapat disebut HAM. Suatu hak yang dimiliki oleh sebuah entitas, walaupun mungkin sangat dibutuhkan, dapat diterima dan bahkan ditegakkan. Hak-hak tersebut bukanlah HAM, bahkan apabila hak-hak itu dianggap berasal dari sebuah kolektivitas, seperti negara, kelompok minoritas, hak-hak tersebut masih lebih dilihat sebagai sesuatu yang melekat pada individu para anggotanya dari pada entitas-entitas tersebut. Sehingga pendapat mengenai hak individu dan hak kolektif masih menjadi Perbedaan pemahaman antara hak individu dan hak kolektif sebagai hak asasi manusia dijelaskan oleh Peter R Baehr dan koo Vander Wal dikarenakan karena empat argumen berikut:
- Argumen sejarah
Bahwa hak asasi manusia ada untuk melindungi individu dari kekuatan Negara atau kelompok dimana individu tersebut adalah anggotanya, John Locke mengatakan bahwa hak individu merupakan elemen terpenting dalam hak asasi manusi. Sebaliknya oleh sisi yang mengatakan kolektif merupakan hak asasi manusia, pendapat ini dikritik sebagai hal yang tidak tepat karena filosofi hukum alam tidal secara tegas menolak atau menerima keberadaan hak kolektif.
- Argumentasi teori
Definisi hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh manusia karena dia adalah manusia, digunakan sebagai argument teori untuk menyakal hak kolektif sebagai hak asasi manusia. Berdasarkan pandangan ini hak asasi manusia hanya dimiliki individu walaupun hak tersebut selalu mempunyai implikasi social. Ada tiga pendapat yang menentang argumentasi tersebut dan menganggap bahwa perlindungan hak asasi manusia juga dimiliki olek kolektif. Pertama, bahwa dimensi kolektif dari hidup manusia harus dipertimbangkan ketika mendefinisikan hak asasi manusia tidak hanya kebebasan tetapi solidaritas juga harus dijadikan dasar filosofi dari HAM. Kedua bahwa HAM melindungi hal-hal yang sangat penting bagi terwujudnya kehormatan manusia dan ini termasuk dalam hal-hal kolektif tertentu, sehingga masyarakat akan lebih selektif terhadap ancaman yang akan berdampak pada kehormatan manusia. Hal ini merupakan sifat natural dari kolektif yang pada akhirnya hak individu menjadi hal yng kurang utama karena hak kolektif menjadi hal yang paling utama karena sangat diperlukan. Ketiga bahwa hak kolektif dapat mengimbangi ketidakseimbangan kekuatan yang tidak hanya pada individu dan Negara tetapi juga subyek kolektif dan Negara sehingga hak kolektif dilihat sebagai perjuangan politik.
3. Argumen praktek
Kritik kepada pendapat bahwa hak kolektif merupakan HAM adalah Karena pengertian tersebut dapat mengaburkan serta merusak pengertian hak individu adalah merupakan hal yang sulit untuk memberikan satu definisi utuh terhadap hak individu dan hak kolektif tanpa memisahkan pengertan dasr pada masing-masing hak. Hak individu adalah yang paling utama karena bersifat mutlak sedangkan hak kolektif tidak bersifat tidak mutlak, karena sifatnya yang terbatas maka sudah sepatasnya dikatakan hanya hak yang bersifat utama dan mutlak saja yang dapat dikatakan sebagai hak asasi manusia yaitu hak individu. Disisi lain dua argumenl dikemukakan terhadap pendapat tersebut, pertama, hubungan antara hak individu dan hak kolektif disangkal padahal antara kedua hak tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, pelanggaran terhadap hak individu seringkali terjadi karena hak kolektif rakyat atau masyarakat diabaikan sehingga hak individu hanya terjamin jika hak kolektif juga ikut terjamin. Pendapat kedua bahwa jika ada hubungan antara hak individu dan hak kolektif maka adalah merupakan suatu kesalahan untuk tidak mengatakan bahwa hak kolektif juga hak asasi manusia.
- Argument politik
PIhak yang tidak setuju dengan pendapat bahwa hak kolektif termasuk dalam hak asasi manusia memahami bahwa besar kemungkinan hak kolektif dimanipulasi dan digunakan oleh rezim tertentu untuk berkuasa yang seringkali berakibat pada pelanggaran hak individu dengan alas an bahwa kepentingan hak kolektifd lebih besar. Jika dipahami hak kolektif sebagai hak asasi manusia maka tidak ada yang dapat dilakukan oleh hak individu jika hal tersebut terjadi. Pendapat lain menganggap hak kolektif merupakan hak asasi manusia bahwa semua pelanggaran terhadap hak asasi manusia bisa dilakukan secara politik, dalam pandangan pihak ini menganggap kecocokan hak individu dan hak kolektif akan meningkatkan atau mengembangkan hak kolektif karena hak kolektif dapat digunakan meningkatkan pembangunan.
Dalam perkembangannya kemudian, kelompok atau kolektif diakui sebagai subjek hukum HAM. Hal ini karena tidak sepenuhnya benar bahwa hak kolektif dalam segala hal diperhatikan melalui perlindungan hak individu. Menurut Ian Brownlie, tidak benar bahwa hak-hak kelompok dalam segala hal diperhatikan ataupun terjamin melalui perlindungan hak-hak individu. Menurutnya, ada tuntutan-tuntutan tertentu yang mengandung soal-soal yang tidak secara memadai dicakup oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi individu-individu.
Brownlie mengidentifikasikan sedikitnya terdapat tiga macam tuntutan seperti itu, yaitu: pertama, adalah tuntutan bagi tindakan positif guna mempertahankan identitas budaya dan bahasa dari suatu komunitas tertentu, terutama ketika para anggota komunitas yang bersangkutan secara teritorial terpencar-pencar hingga tingkat tertentu. Kedua, adalah tuntutan-tuntutan untuk mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap hak-hak atas tanah di daerah-daerah tradisional. Ketiga, adalah berkaitan dengan asas penentuan nasib sendiri yang bersifat politis dan hukum, yang penyelenggaraannya melibatkan suatu model politik tertentu, termasuk pemilikan status negara yang independen atau suatu bentuk otonomi atau Status Negara Serikat.
Ketiga macam tuntutan yang disampaikan Brownlie itu memang tidak mencamtumkan lingkungan hidup sebagai hak kolektif. Akan tetapi, secara tegas, ketiga tuntutan yang disampaikan oleh Brownlie merupakan lingkup dari kajian-kajian HAM.
Misalnya saja, pengalaman-pengalaman politik yang terjadi pada masyarakat pribumi yang menuntut atas kemerdekaan dan menentukan nasib sendiri, pada umumnya, dilatarbelakangi oleh tuntutan dan upaya-upaya untuk memperjuangkan HAM sebagai sumber kehidupnya. Identitas budaya, hak atas tanah, dan kekayaan alam lainnya, merupakan bagian yang sangat menentukan bagi sistem lingkungan hidup. Sebagaimana disebutkan dalam tulisan ini, bahwa lingkungan hidup menyangkut keseluruhan sumber-sumber kehidupan manusia yang mencakup masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Jika kita memakai pikiran yang telah disampaikan Brownlie tersebut, maka menunjukkan hal tertentu dari pendekatan klasik dalam memperjuangkan dan perlindungan hak-hak kelompok. Maka konsep HAM dalam konteks perlindungan dan pemenuhan tentu melingkupi pada hak individu dan hak-hak kelompok, di mana kepentingan individu dan kelompok dalam beberapa hal tertentu juga bersatu padu sehingga praktis tidak perlu mendapat tempat khusus.
Sejalan dengan Ian Brownlie, adalah Paul Sieghart, telah mengidentifikasikan sedikitnya enam golongan hak-hak kolektif. Hak-hak tersebut antara lain:
1. Hak atas penentuan nasib sendiri,
2. Hak atas perdamaian dan keamanan internasional,
3. Hak untuk menggunakan kekayaan dan sumberdaya alam,
4. Hak atas pembangunan,
5. Hak kaum minoritas, dan
6. Hak Atas Lingkungan
HAL sangat terkait dengan hak kolektif rakyat sebagai pencapaian kualitas hidup tertinggi manusia. Seperti halnya Konsep HAM Modern telah memberikan penekanan khusus pada persamaan. Jika melihat teksturnya, ada dua lapisan tekstur hak kolektif dalam melihat konteks HAM sebagai hak asasi rakyat, yaitu hak kolektif struktural dan hak kolektif kultural. Yang dimaksud dengan hak kolektif struktural adalah hak rakyat dalam suatu teritorial negara ditetapkan berdasarkan regulasi negara secara kolektif dan menjadi kewajiban negara dalam menjamin, melindungi serta memenuhi, rakyat secara politik berhak ikut menentukan semua bentuk pembangunan dan menikmati lingkungan hidup berdasarkan pada standar kehidupan yang diinginkan rakyatnya, seperti pemenuhan atas kebutuhan pembangunan, pemenuhan atas kesejahteraan serta pemenuhan atas keadilan sosial. Sedangkan, hak kolektif kultural merupakan sebuah sistem yang telah menjadi identitas sosial dan budaya dalam suatu komunitas tertentu. Sistem tersebut memiliki latar belakang sejarah yang mengandung nilai-nilai tertentu, sebagaimana telah menjadi bahagian tata kehidupan di masa lalu, masa kini, dan diyakini sebagai pilihan hidup untuk dipertahankan bagi kehidupan di masa mendatang. Seperti hak-hak komunal bagi masyarakat adat.
Dalam perkembangannya kemudian, kelompok atau kolektif diakui sebagai subjek hukum HAM. Hal ini karena tidak sepenuhnya benar bahwa hak kolektif dalam segala hal diperhatikan melalui perlindungan hak individu. Menurut Ian Brownlie, tidak benar bahwa hak-hak kelompok dalam segala hal diperhatikan ataupun terjamin melalui perlindungan hak-hak individu. Menurutnya, ada tuntutan-tuntutan tertentu yang mengandung soal-soal yang tidak secara memadai dicakup oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi individu-individu.
Brownlie mengidentifikasikan sedikitnya terdapat tiga macam tuntutan seperti itu, yaitu: pertama, adalah tuntutan bagi tindakan positif guna mempertahankan identitas budaya dan bahasa dari suatu komunitas tertentu, terutama ketika para anggota komunitas yang bersangkutan secara teritorial terpencar-pencar hingga tingkat tertentu. Kedua, adalah tuntutan-tuntutan untuk mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap hak-hak atas tanah di daerah-daerah tradisional. Ketiga, adalah berkaitan dengan asas penentuan nasib sendiri yang bersifat politis dan hukum, yang penyelenggaraannya melibatkan suatu model politik tertentu, termasuk pemilikan status negara yang independen atau suatu bentuk otonomi atau Status Negara Serikat.
Ketiga macam tuntutan yang disampaikan Brownlie itu memang tidak mencamtumkan lingkungan hidup sebagai hak kolektif. Akan tetapi, secara tegas, ketiga tuntutan yang disampaikan oleh Brownlie merupakan lingkup dari kajian-kajian HAM.
Misalnya saja, pengalaman-pengalaman politik yang terjadi pada masyarakat pribumi yang menuntut atas kemerdekaan dan menentukan nasib sendiri, pada umumnya, dilatarbelakangi oleh tuntutan dan upaya-upaya untuk memperjuangkan HAM sebagai sumber kehidupnya. Identitas budaya, hak atas tanah, dan kekayaan alam lainnya, merupakan bagian yang sangat menentukan bagi sistem lingkungan hidup. Sebagaimana disebutkan dalam tulisan ini, bahwa lingkungan hidup menyangkut keseluruhan sumber-sumber kehidupan manusia yang mencakup masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Jika kita memakai pikiran yang telah disampaikan Brownlie tersebut, maka menunjukkan hal tertentu dari pendekatan klasik dalam memperjuangkan dan perlindungan hak-hak kelompok. Maka konsep HAM dalam konteks perlindungan dan pemenuhan tentu melingkupi pada hak individu dan hak-hak kelompok, di mana kepentingan individu dan kelompok dalam beberapa hal tertentu juga bersatu padu sehingga praktis tidak perlu mendapat tempat khusus.
Sejalan dengan Ian Brownlie, adalah Paul Sieghart, telah mengidentifikasikan sedikitnya enam golongan hak-hak kolektif. Hak-hak tersebut antara lain:
1. Hak atas penentuan nasib sendiri,
2. Hak atas perdamaian dan keamanan internasional,
3. Hak untuk menggunakan kekayaan dan sumberdaya alam,
4. Hak atas pembangunan,
5. Hak kaum minoritas, dan
6. Hak Atas Lingkungan
HAL sangat terkait dengan hak kolektif rakyat sebagai pencapaian kualitas hidup tertinggi manusia. Seperti halnya Konsep HAM Modern telah memberikan penekanan khusus pada persamaan. Jika melihat teksturnya, ada dua lapisan tekstur hak kolektif dalam melihat konteks HAM sebagai hak asasi rakyat, yaitu hak kolektif struktural dan hak kolektif kultural. Yang dimaksud dengan hak kolektif struktural adalah hak rakyat dalam suatu teritorial negara ditetapkan berdasarkan regulasi negara secara kolektif dan menjadi kewajiban negara dalam menjamin, melindungi serta memenuhi, rakyat secara politik berhak ikut menentukan semua bentuk pembangunan dan menikmati lingkungan hidup berdasarkan pada standar kehidupan yang diinginkan rakyatnya, seperti pemenuhan atas kebutuhan pembangunan, pemenuhan atas kesejahteraan serta pemenuhan atas keadilan sosial. Sedangkan, hak kolektif kultural merupakan sebuah sistem yang telah menjadi identitas sosial dan budaya dalam suatu komunitas tertentu. Sistem tersebut memiliki latar belakang sejarah yang mengandung nilai-nilai tertentu, sebagaimana telah menjadi bahagian tata kehidupan di masa lalu, masa kini, dan diyakini sebagai pilihan hidup untuk dipertahankan bagi kehidupan di masa mendatang. Seperti hak-hak komunal bagi masyarakat adat.
Kesimpulan
Hak adalah tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negar, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
A. Empat Kelompok Hak Asasi Manusia
ü Hak-hak asasi negatif atau liberal
ü Hak-hak asasi aktif atau demokratis
ü Hak-hak asasi positif
ü Hak-hak asasi sosial
Hak kolektif adalah sebuah hak yang berasal dari hak individu, sehingga kepentingan kolektif juga termasuk dalam hak asasi manusia. Artinya hak-hak kelompok dianggap secara otomatis terlindungi apabila hak-hak individu telah terlindungi
A. Empat perdebatan mengenai Hak kolektif dan Hak individu
ü Argumen sejarah
ü Argumen teori
ü Argumen praktek
ü Argument politik
Daftar Pustaka
ü Sosiologi Hukum, Proff. Dr. H, Zainuddin Ali, M.A, 2006, Sinar Grafika, Jakarta
ü Pengantar Sosiologi Politik, Rafael Raga Margan, 2007, Rineka Cipta, Jakarta
ü Wikipedia.com
cinta yg membuat manusia itu idop... sbb kerana cinta Allah kpd hambaNya, Dia yg mnjge seluruh kehidupan kita....
BalasHapus